Rabu, 05 Desember 2012

Best Bassist - Jeremy Davis

Seorang bassist dikenal mainnya itu santai. Dari dulu, pingin jadi bassist karena itu. Santai mainnya, bisa senyum sama fans :D gak terlalu fokus. *apalah -_- .
Oke, kaya bassist yang satu ini. SUPER DUPER SANTAI!



Lahir 8 Februari 1985 di Ankarsas, bermain bass sejak 14 tahun (pantesan). Kalau di panggung santai sesantai-santainya. senyumnya paling manis - lebih bisa di bilg nyengir sih dari senyum :D.


 ini siapa?



yap, ini Kathryan Camsey, istrinya si Jeremy :D.


JEREMY \m/
Best Bassit!

Kamis, 22 November 2012

Awesome Guitarist - Taylor York

Dari sekian banyak orang yang namanya Taylor. Dari sekian banyak gitaris, ini yang paling hmm .. paling ..


HANDSOME!


CUTE!


WOW on the stage!!!!

Sering di panggil Tay, lahir 17 Desember 1989 di Nashville, Tennessee. Like my brother :) . Gitaris band terkenal . Awalnya dia gak diterima karena penampilannya yang AGAK aur *eh? Aneh sih padalah dia berbakat . Setelah kepergian Josh dan Zac Farro, ia sekarang menjadi lead guitarist. Tay punya saudara namanya Justin, sekarang juga gabung ke Paramore cuma belum resmi. Ayah Taylor adalah Peter York (seorag eksekutif musik di Sparrow Records) yang juga adalah gitaris terampil. jadi wajar kalau Taylor pinter juga main gitarnya. Overall, He's AMAZING!!!!

Selasa, 13 November 2012

The Amazing Vocalist - Hayley N. Williams


BEAUTIFUL!

 
FUNNY!



WOW!
 

and when she is on stage, she's SEXY!

Sebagai fans, kalau ditanya soal Hayley pasti pujian yang keluar. Pasti. Lahir 27 Desember 1988 di Meridian, Mississippi. Vokalis Paramore yang amazing banget! Hayley adalah putri dari Christie Williams dan Joey Williams dan dia bukan anak tunggal dari keluarga. Hayley Williams memiliki dua saudara perempuan bernama Erica dan McKayla. Gadis manis ini punya suara yang WOW! Dia juga pinter bikin lagu. Overall, I just want to say that Hayley is PERFECTLY AMAZING.




FREE

What's FREE ?
Who's FREE ?

Jeng .. jeng ..


WE ARE FREE! 

Yup! Naik kelas, kelas baru, temen nambah dan ganti nama kelas! Sekarang namanya FREE (XI IA3). Family of blalablabla lah :D . Susah lafalnya :p . Tapi singkatan namanya udah mencerminkan isinya. Di kelas seru. Semua campur aduk. IA3 itu emang bebas bgt. Beda sama kelas lain. Waktu semua kelas di koridor pada gak ada guru, malahan cuma kelas kami yang ketutup rapat lagi belajar. Waktu semua kelas di koridor pada belajar, malah cuma kelas kami yang bebas menguasai koridor. Haaha, tapi di kelas emang bener-bener FREE. Gak usah pake topeng orang lain. Bebas jadi diri sendiri, bebas jadi apa yang sebenarnya. Yu! Here's FREE. I'm FREE!

Sabtu, 10 November 2012

TEARS


Mungkin sejak kecil aku sudah terlatih untuk menangis. Hanya saja kini aku sedikit lebih tahu alasanku meneteskan butiran-butiran air itu. Ada saja yang membuatku begini. Sedikit lelah. Tidak! Aku lelah.

Tears
ketika jawaban tak memberiku alasan

Nara – nama yang Ayahku berikan ketika aku datang kekehidupannya. Saat itu Ayah hanya ingin nantinya aku bahagia seperti makna dalam namaku. Tapi sayang, aku menangis keras 5 detik setelah aku lahir. Ibuku meninggal.
Kini aku terbiasa hidup tanpa ada yang membuatkanku sarapan di pagi hari, tanpa ada yang mengucapkan selamat datang saat aku pulang sekolah, tanpa ada yang mencium keningku saat aku akan tidur. Ayah terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan di luar kota. Beliau hanya pulang 2 hari sekali. Seharusnya ada pembantu yang menemaniku saat orang tua pergi seperti anak-anak lain. Tapi aku tidak, aku lebih tenang dengan diriku sendiri di rumah. Aku terbiasa sendiri.
Aku dan Ayahku tinggal di sebuah rumah tak cukup besar di sebuah gang yang sepi. Kami menikmati kesendirian kami. Selama ini Ayah tidak pernah mengenalkan aku pada wanita lain. Sampai saat ini, saat umurku 16 tahun pun Ayah masih sering terlihat rapuh. Pernah suatu hari aku melihatnya menangis saat memandangi foto Ibu. Jantungku seketika berhenti sejenak dan pikiran itu datang lagi. Karena melahirkanku Ibu meninggal. Aku menangis!
Sebenarnya aku punya seorang kakak perempuan. Namanya Axel, dia baru setahun lalu lulus SMA dan kini melanjutkan kuliah di Belanda. Hubunganku dengan kakakku memang kurang baik sejak kecil. Kami beda 2 tahun. Aku tidak pernah diajak pergi keluar olehnya. Bahkan untuk sekedar berjalan-jalan ke Mall ataupun makan es krim di taman kota. Kami terbiasa bicara tanpa saling menatap. Dia terlalu asing bagiku. Atau mungkin aku terlalu asing baginya? Ini semakin membuatku berpikir, salahkah aku hadir di dunia ini? Penyebab Ibu meninggal, membuat Ayah menangis setiap aku berulang tahun, membuat Axel tak ingin menatapku satu menit saja. Beribu maaf mungkin takan mengubah itu.
Ingin aku memperbaiki semuanya. Memperbaiki jadi yang seharusnya dan sewajarnya bagaimana sebuah keluarga. Hingga suatu hari, ketika ku bertemu dengan Abe. Kakak kelasku, pindahan dari luar kota. Banyak yang bilang ia terlalu tua untuk masuk SMA. Seharusnya ia sudah kuliah tinggi seperti Axel. Tapi karena suatu hal, ia sempat berhenti 2 tahun di SMP dulu.
Saat itu aku sedang menunggu Bus di halte dekat sekolah. Seseorang menghampiriku, tinggi seperti Ayah, matanya tajam seperti Axel. Rambutnya tebal dengan seragam biru mencolok.
“Abe” ucapnya sambil menyodorkan tangannya padaku.
Aku diam tak mengerti. Lalu dengan tersenyum manis dan tetap menyodorkan tangannya ia berkata, “Siapa namamu?”
“Oh, aku .. aku Nara” Jawabku masih dengan pikiran yang sangat bingung. Selama ini tak pernah ada yang berkenalan seperti ini denganku. Langsung dan tanpa basa-basi. Tapi mungkin karna aku yang terlalu kaku.
Sejak itu kami mulai akrab, tempat kos Abe yang ternyata di dekat rumah semakin membuat kami sering bertemu dan selalu terlihat bersama-sama. Hobi kami sama. Berteduh dibawah pohon sambil menutup mata. Banyak yang bilang muka kami mirip, seperti adik kakak. Dan aku juga merasa begitu. Adik kakak dan kami sudah sepakat.
Semua berjalan lancar. Hari-hariku mulai terisi dengan datangnya Abe. Abe sering main ke rumah dan itu mengubah Ayah. Ayah kini tidak terlalu murung. Ketika Abe datang, ia memperlihatkan album-album kenangannya bersama Ibu. Menceritakan semuanya. Axel, aku dan hal-hal yang bahkan tak Ayah ceritakan padaku. Aku iri, tapi aku senang. Andai saja Axel seperti Abe. Andai saja Abe kakak kandungku. Andai saja Ibu tidak pergi.
“Abe kemana ya yah?” tanyaku pada Ayah ketika kami sedang minum teh di teras.
“Tak usah khawatir, dia tahu yang dia tuju.”
Hampir seminggu aku tak bertemu Abe, banyak yang mencarinya termasuk aku. Terakhir kali aku melihatnya di halte bus. Aku kira ia sama sepertiku, sedang menunggu bus saat itu. Namun, ketika aku naik dan bus mulai berjalan ia hanya tetap diam lalu tersenyum sambil melambaikan tangan padaku.


“Empat hari lagi ulang tahun Axel, lalu ulang tahunmu” gurau Ayah kemudian.
“Semua akan sama saja seperti tahun lalu, Ayah sebentar lagi akan ditelpon orang kantor untuk pergi keluar kota dan tak akan ada waktu untukku.”
“Tidak untuk tahun ini,” lalu handphone Ayah berdering. Benar saja itu dari Pak Tedy, asisten Ayah di kantor.
“Malam Ayah” Aku bangun dari dudukku dan pergi tidur. Menghapus rencana-rencana yang tadinya ku susun dalam pikiranku, dan menyabarkan hatiku. Ini sama saja.

-

Ketika tidurku terbangun oleh matahari, aku teringat kembali akan Abe yang tak ada kabarnya. Ku ingat kata seorang temannya di sekolah lusa lalu. Abe ingin mencari saudara kembarnya. Tapi siapa? Aku melompat dari tempat tidurku.
“Ayah, Ayah” Teriakku.
“Ada apa Nara? Ini masih pagi, jangan bikin suasana panik”
“Abe pernah cerita soal saudara kembarannya gak yah?”
“Nanti kamu tahu sendiri.”
Aku terdiam, tak mengerti apa yang Ayah maksud. Ayah hanya tersenyum kecil.
“Alex tak mau pulang, padahal dia libur bulan ini.” Raut muka Ayah langsung berubah ketika mengatakan ini.
Aku tahu mengapa Alex begitu. Karena Aku.

-

Dua hari berlalu tanpa pembicaraan yang menyenangkan dengan Ayah. Besok ulang tahun Alex. Ulang tahun Abe ternyata sama sepertiku. Sehari setelah Alex.
“Halo” Ayah menerima telepon tapi entah dari siapa, wajahnya memerah gembira.
“Nara, nara. Ayah ada kabar baik. Alex pulang pagi ini. Dia pulang!” Seru Ayah.
Entah mengapa aku juga sangat gembira saat itu. Mungkin karna terlalu lama tidak melihat tatapan sinis Alex aku jadi begini.
Alex minta dijemput Ayah di Bandara. Jadi saat itu juga kami berdua berangat menjempunya. Itu memang masih terlalu awal. Tapi bandara cukup jauh dari tempat kami. Sampai di bandara, jantungku terasa lebih cepat memompa darahnya. Aku tak mengerti. Aku sedikit takut. Di seberangku kini ada Alex, dengan senyuman yang sangat manis kepada Ayah dan lembut kepadaku. Seperti senyum Ibu di foto. Ada apa ini? Itu siapa? Mirip Abe? Itu Abe!
Tatapanku kosong, ini seolah mimpi. Alex yang lembut dan ada Abe. Dari sisi mataku kulihat Ayah berlari, dan buuuuuk! “Ayah!” Ayah tertabrak. Dan itu suara Abe . Abe memanggil Ayahku dengan Ayah? Lalu seketika semua menjadi gelap. Cahaya kecil kini tertiup angin.

-
           
            Kurasakan sentuhan yang sangat lembut. Sentuhan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Jari-jari dari tangan yang halus. Aku membuka mata dan kini aku berada di ruangan bercat putih salju yang sejuk. Ada bau obat yang tercium namun tak menyengat. Aku tahu aku dimana, tapi aku tak tahu siapa orang yang membelaiku tadi. Lalu dokter datang.
            “Dok, ini tanggal berapa?” Tanyaku saat ia memeriksa suhu badanku.
            “31 Desember Nara. Kenapa?”
            “Tidak, boleh minta kertas dan pulpen dok?” Dengan cepat dokter mengambilkanku apa yang ku minta.
            “Makasih banyak ya dok ”
            Lalu aku mulai menulis.
           
Aku tak berani menebak. Tapi ku rasa itu Alex. Karna Alex seperti Ibu.
            Happy Birthday Lex

            Aku ingin memberikan Alex kertas itu, tapi badanku terlalu lemah untuk bangun. Tapi entah siapa yang mengambil kertas itu saat aku tertidur. Kertasnya hilang saat aku membuka mata. Dan kulihat kini seseorang disisiku sedang tertidur. Alex.
            “Lex, Alex” ia perlahan terbangun dan menatapku. Ku lihat matanya berkaca-kaca.
            “Kenapa tidurmu pulas sekali? Apa dalam mimpimu ada Ibu?” Aku menggelengkan kepala lalu menangis.
            “Happy Birthday Nara, semoga gak nyebelin lagi ya. Tulisanmu masih saja jelek di kertas itu” Ucapnya manis.
            “Alex” Aku memeluknya untuk 17 masa hidupku.
            “Lex, Ayah?”
            “Ayah di sini sayang” Ku lihat Ayah duduk di kursi roda yang di dorong Abe.
            “Ayah? Abe?”
            Lalu Ayah mulai menceritakan segalanya. Masalah Abe yang ternyata kakakku dan saudara kembar Alex. Abe di titipkan Ayah di panti asuhan di luar kota. Namun Ayah tidak pernah absen memperhatikan Abe sejak Ibu meninggal.
            “Di panti asuhan? Tapi mengapa ulang tahun Abe tidak sama dengan Alex?”
            “Abe di temukan sehari setelah ia lahir sayang, dan masalah mengapa ia di panti asuhan itu karena Ayah dan Ibu dulu tidak mungkin mengasuh anak kembar.”
            “Tapi mengapa aku tidak tahu?”
            “Alex yang minta.” Seketika aku langsung mengalihkan pandanganku pada Alex.
            “Kamu tak akan mengerti jika aku menjelaskan semuanya. Karna tidak selamanya jawaban member kita alasan Nara”
            Alex dan Ayah tersenyum puas, lalu aku menangis. Menangis bahagia. Ibu aku menangis bahagia.

Rabu, 13 Juni 2012

SWATT

Gag kerasa udah akhir semester. Waktu-waktu sama mereka itu rasanya cepet banget. Kelas pertama di SMANSA yang wow! Kelas dengan orang-orang setengah autis yang gag bisa dilupain. SWATT! dan ini adalah kami :)
Wali kelas yang perhatian banget. 33 siswa yang beda karakter, beda opini, beda muka, beda bapak, beda ibu *hehehe* tapi mereka WOW!