Oke, kaya bassist yang satu ini. SUPER DUPER SANTAI!
Rabu, 05 Desember 2012
Best Bassist - Jeremy Davis
Seorang bassist dikenal mainnya itu santai. Dari dulu, pingin jadi bassist karena itu. Santai mainnya, bisa senyum sama fans :D gak terlalu fokus. *apalah -_- .
Kamis, 22 November 2012
Awesome Guitarist - Taylor York
Dari sekian banyak orang yang namanya Taylor. Dari sekian banyak gitaris, ini yang paling hmm .. paling ..
HANDSOME!
CUTE!
WOW on the stage!!!!
Sering di panggil Tay, lahir 17 Desember 1989 di Nashville, Tennessee. Like my brother :) . Gitaris band terkenal . Awalnya dia gak diterima karena penampilannya yang AGAK aur *eh? Aneh sih padalah dia berbakat . Setelah kepergian Josh dan Zac Farro, ia sekarang menjadi lead guitarist. Tay punya saudara namanya Justin, sekarang juga gabung ke Paramore cuma belum resmi. Ayah Taylor adalah Peter York (seorag eksekutif musik di Sparrow Records) yang juga adalah gitaris terampil. jadi wajar kalau Taylor pinter juga main gitarnya. Overall, He's AMAZING!!!!
Selasa, 13 November 2012
The Amazing Vocalist - Hayley N. Williams
BEAUTIFUL!
FUNNY!
WOW!
and when she is on stage, she's SEXY!
Sebagai fans, kalau ditanya soal Hayley pasti pujian yang keluar. Pasti. Lahir 27 Desember 1988 di Meridian, Mississippi. Vokalis Paramore yang amazing banget! Hayley adalah putri
dari Christie Williams dan Joey Williams dan dia bukan anak tunggal
dari keluarga. Hayley Williams memiliki dua saudara perempuan bernama
Erica dan McKayla. Gadis manis ini punya suara yang WOW! Dia juga pinter bikin lagu. Overall, I just want to say that Hayley is PERFECTLY AMAZING.
FREE
What's FREE ?
Who's FREE ?
Jeng .. jeng ..
Who's FREE ?
Jeng .. jeng ..
WE ARE FREE!
Yup! Naik kelas, kelas baru, temen nambah dan ganti nama kelas! Sekarang namanya FREE (XI IA3). Family of blalablabla lah :D . Susah lafalnya :p . Tapi singkatan namanya udah mencerminkan isinya. Di kelas seru. Semua campur aduk. IA3 itu emang bebas bgt. Beda sama kelas lain. Waktu semua kelas di koridor pada gak ada guru, malahan cuma kelas kami yang ketutup rapat lagi belajar. Waktu semua kelas di koridor pada belajar, malah cuma kelas kami yang bebas menguasai koridor. Haaha, tapi di kelas emang bener-bener FREE. Gak usah pake topeng orang lain. Bebas jadi diri sendiri, bebas jadi apa yang sebenarnya. Yu! Here's FREE. I'm FREE!
Sabtu, 10 November 2012
TEARS
Mungkin sejak kecil aku sudah
terlatih untuk menangis. Hanya saja kini aku sedikit lebih tahu alasanku
meneteskan butiran-butiran air itu. Ada saja yang membuatku begini. Sedikit
lelah. Tidak! Aku lelah.
Tears
ketika jawaban tak memberiku
alasan
Nara – nama yang Ayahku berikan
ketika aku datang kekehidupannya. Saat itu Ayah hanya ingin nantinya aku
bahagia seperti makna dalam namaku. Tapi sayang, aku menangis keras 5 detik
setelah aku lahir. Ibuku meninggal.
Kini aku terbiasa hidup tanpa
ada yang membuatkanku sarapan di pagi hari, tanpa ada yang mengucapkan selamat
datang saat aku pulang sekolah, tanpa ada yang mencium keningku saat aku akan
tidur. Ayah terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan di luar kota. Beliau hanya
pulang 2 hari sekali. Seharusnya ada pembantu yang menemaniku saat orang tua
pergi seperti anak-anak lain. Tapi aku tidak, aku lebih tenang dengan diriku
sendiri di rumah. Aku terbiasa sendiri.
Aku dan Ayahku tinggal di
sebuah rumah tak cukup besar di sebuah gang yang sepi. Kami menikmati
kesendirian kami. Selama ini Ayah tidak pernah mengenalkan aku pada wanita
lain. Sampai saat ini, saat umurku 16 tahun pun Ayah masih sering terlihat
rapuh. Pernah suatu hari aku melihatnya menangis saat memandangi foto Ibu.
Jantungku seketika berhenti sejenak dan pikiran itu datang lagi. Karena
melahirkanku Ibu meninggal. Aku menangis!
Sebenarnya aku punya seorang
kakak perempuan. Namanya Axel, dia baru setahun lalu lulus SMA dan kini
melanjutkan kuliah di Belanda. Hubunganku dengan kakakku memang kurang baik
sejak kecil. Kami beda 2 tahun. Aku tidak pernah diajak pergi keluar olehnya.
Bahkan untuk sekedar berjalan-jalan ke Mall ataupun makan es krim di taman
kota. Kami terbiasa bicara tanpa saling menatap. Dia terlalu asing bagiku. Atau
mungkin aku terlalu asing baginya? Ini semakin membuatku berpikir, salahkah aku
hadir di dunia ini? Penyebab Ibu meninggal, membuat Ayah menangis setiap aku
berulang tahun, membuat Axel tak ingin menatapku satu menit saja. Beribu maaf
mungkin takan mengubah itu.
Ingin aku memperbaiki semuanya.
Memperbaiki jadi yang seharusnya dan sewajarnya bagaimana sebuah keluarga.
Hingga suatu hari, ketika ku bertemu dengan Abe. Kakak kelasku, pindahan dari
luar kota. Banyak yang bilang ia terlalu tua untuk masuk SMA. Seharusnya ia sudah
kuliah tinggi seperti Axel. Tapi karena suatu hal, ia sempat berhenti 2 tahun
di SMP dulu.
Saat itu aku sedang menunggu
Bus di halte dekat sekolah. Seseorang menghampiriku, tinggi seperti Ayah,
matanya tajam seperti Axel. Rambutnya tebal dengan seragam biru mencolok.
“Abe” ucapnya sambil
menyodorkan tangannya padaku.
Aku diam tak mengerti. Lalu
dengan tersenyum manis dan tetap menyodorkan tangannya ia berkata, “Siapa
namamu?”
“Oh, aku .. aku Nara” Jawabku
masih dengan pikiran yang sangat bingung. Selama ini tak pernah ada yang
berkenalan seperti ini denganku. Langsung dan tanpa basa-basi. Tapi mungkin
karna aku yang terlalu kaku.
Sejak itu kami mulai akrab,
tempat kos Abe yang ternyata di dekat rumah semakin membuat kami sering bertemu
dan selalu terlihat bersama-sama. Hobi kami sama. Berteduh dibawah pohon sambil
menutup mata. Banyak yang bilang muka kami mirip, seperti adik kakak. Dan aku
juga merasa begitu. Adik kakak dan kami sudah sepakat.
Semua berjalan lancar.
Hari-hariku mulai terisi dengan datangnya Abe. Abe sering main ke rumah dan itu
mengubah Ayah. Ayah kini tidak terlalu murung. Ketika Abe datang, ia
memperlihatkan album-album kenangannya bersama Ibu. Menceritakan semuanya.
Axel, aku dan hal-hal yang bahkan tak Ayah ceritakan padaku. Aku iri, tapi aku
senang. Andai saja Axel seperti Abe. Andai saja Abe kakak kandungku. Andai saja
Ibu tidak pergi.
“Abe kemana ya yah?” tanyaku
pada Ayah ketika kami sedang minum teh di teras.
“Tak usah khawatir, dia tahu
yang dia tuju.”
Hampir seminggu aku tak bertemu
Abe, banyak yang mencarinya termasuk aku. Terakhir kali aku melihatnya di halte
bus. Aku kira ia sama sepertiku, sedang menunggu bus saat itu. Namun, ketika
aku naik dan bus mulai berjalan ia hanya tetap diam lalu tersenyum sambil
melambaikan tangan padaku.
“Empat hari lagi ulang tahun
Axel, lalu ulang tahunmu” gurau Ayah kemudian.
“Semua akan sama saja seperti
tahun lalu, Ayah sebentar lagi akan ditelpon orang kantor untuk pergi keluar
kota dan tak akan ada waktu untukku.”
“Tidak untuk tahun ini,” lalu
handphone Ayah berdering. Benar saja itu dari Pak Tedy, asisten Ayah di kantor.
“Malam Ayah” Aku bangun dari
dudukku dan pergi tidur. Menghapus rencana-rencana yang tadinya ku susun dalam
pikiranku, dan menyabarkan hatiku. Ini sama saja.
-
Ketika tidurku terbangun oleh
matahari, aku teringat kembali akan Abe yang tak ada kabarnya. Ku ingat kata
seorang temannya di sekolah lusa lalu. Abe ingin mencari saudara kembarnya.
Tapi siapa? Aku melompat dari tempat tidurku.
“Ayah, Ayah” Teriakku.
“Ada apa Nara? Ini masih pagi,
jangan bikin suasana panik”
“Abe pernah cerita soal saudara
kembarannya gak yah?”
“Nanti kamu tahu sendiri.”
Aku terdiam, tak mengerti apa
yang Ayah maksud. Ayah hanya tersenyum kecil.
“Alex tak mau pulang, padahal
dia libur bulan ini.” Raut muka Ayah langsung berubah ketika mengatakan ini.
Aku tahu mengapa Alex begitu.
Karena Aku.
-
Dua hari berlalu tanpa
pembicaraan yang menyenangkan dengan Ayah. Besok ulang tahun Alex. Ulang tahun
Abe ternyata sama sepertiku. Sehari setelah Alex.
“Halo” Ayah menerima telepon
tapi entah dari siapa, wajahnya memerah gembira.
“Nara, nara. Ayah ada kabar
baik. Alex pulang pagi ini. Dia pulang!” Seru Ayah.
Entah mengapa aku juga sangat
gembira saat itu. Mungkin karna terlalu lama tidak melihat tatapan sinis Alex
aku jadi begini.
Alex minta dijemput Ayah di
Bandara. Jadi saat itu juga kami berdua berangat menjempunya. Itu memang masih
terlalu awal. Tapi bandara cukup jauh dari tempat kami. Sampai di bandara,
jantungku terasa lebih cepat memompa darahnya. Aku tak mengerti. Aku sedikit
takut. Di seberangku kini ada Alex, dengan senyuman yang sangat manis kepada
Ayah dan lembut kepadaku. Seperti senyum Ibu di foto. Ada apa ini? Itu siapa?
Mirip Abe? Itu Abe!
Tatapanku kosong, ini seolah
mimpi. Alex yang lembut dan ada Abe. Dari sisi mataku kulihat Ayah berlari, dan
buuuuuk! “Ayah!” Ayah tertabrak. Dan itu suara Abe . Abe memanggil Ayahku
dengan Ayah? Lalu seketika semua menjadi gelap. Cahaya kecil kini tertiup
angin.
-
Kurasakan
sentuhan yang sangat lembut. Sentuhan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
Jari-jari dari tangan yang halus. Aku membuka mata dan kini aku berada di
ruangan bercat putih salju yang sejuk. Ada bau obat yang tercium namun tak
menyengat. Aku tahu aku dimana, tapi aku tak tahu siapa orang yang membelaiku
tadi. Lalu dokter datang.
“Dok,
ini tanggal berapa?” Tanyaku saat ia memeriksa suhu badanku.
“31
Desember Nara. Kenapa?”
“Tidak,
boleh minta kertas dan pulpen dok?” Dengan cepat dokter mengambilkanku apa yang
ku minta.
“Makasih
banyak ya dok ”
Lalu
aku mulai menulis.
Aku
tak berani menebak. Tapi ku rasa itu Alex. Karna Alex seperti Ibu.
Happy Birthday Lex
Aku
ingin memberikan Alex kertas itu, tapi badanku terlalu lemah untuk bangun. Tapi
entah siapa yang mengambil kertas itu saat aku tertidur. Kertasnya hilang saat
aku membuka mata. Dan kulihat kini seseorang disisiku sedang tertidur. Alex.
“Lex,
Alex” ia perlahan terbangun dan menatapku. Ku lihat matanya berkaca-kaca.
“Kenapa
tidurmu pulas sekali? Apa dalam mimpimu ada Ibu?” Aku menggelengkan kepala lalu
menangis.
“Happy
Birthday Nara, semoga gak nyebelin lagi ya. Tulisanmu masih saja jelek di
kertas itu” Ucapnya manis.
“Alex”
Aku memeluknya untuk 17 masa hidupku.
“Lex,
Ayah?”
“Ayah
di sini sayang” Ku lihat Ayah duduk di kursi roda yang di dorong Abe.
“Ayah?
Abe?”
Lalu
Ayah mulai menceritakan segalanya. Masalah Abe yang ternyata kakakku dan
saudara kembar Alex. Abe di titipkan Ayah di panti asuhan di luar kota. Namun
Ayah tidak pernah absen memperhatikan Abe sejak Ibu meninggal.
“Di
panti asuhan? Tapi mengapa ulang tahun Abe tidak sama dengan Alex?”
“Abe
di temukan sehari setelah ia lahir sayang, dan masalah mengapa ia di panti
asuhan itu karena Ayah dan Ibu dulu tidak mungkin mengasuh anak kembar.”
“Tapi
mengapa aku tidak tahu?”
“Alex
yang minta.” Seketika aku langsung mengalihkan pandanganku pada Alex.
“Kamu
tak akan mengerti jika aku menjelaskan semuanya. Karna tidak selamanya jawaban
member kita alasan Nara”
Alex
dan Ayah tersenyum puas, lalu aku menangis. Menangis bahagia. Ibu aku menangis
bahagia.
Rabu, 13 Juni 2012
SWATT
Gag kerasa udah akhir semester. Waktu-waktu sama mereka itu rasanya cepet banget. Kelas pertama di SMANSA yang wow! Kelas dengan orang-orang setengah autis yang gag bisa dilupain. SWATT! dan ini adalah kami :)
Wali kelas yang perhatian banget. 33 siswa yang beda karakter, beda opini, beda muka, beda bapak, beda ibu *hehehe* tapi mereka WOW!
Langganan:
Postingan (Atom)